(makalah) BMT Baitul Mal wa Tamwil atau Balai Usaha Mandiri Terpadu




Disusun Oleh :
Muhammad Sodiki., S.H

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Dikaitkan dengan konsep Mubyarto diatas, yang diistilahkan dengan ekonomi kerakyatan sangat tepat untuk menyongsong era globalisasi. Umat Islam sebagai komponen terbesar bangsa Indonesia mau tidak mau harus berkiprah dalam kancah pemberdayaan dan peningkatan ekonomi kerakyatan, terutama kalangan ekonomi lemah.Oleh karena itu kehadiran BMT ditengah-tengah masyarakat ekonomi lemah, pada dasarnya merupakan jawaban atas belum terjamahnya dan terjangkaunya lapisan ekonomi lemah oleh lembaga lembaga keuangan perbankan umum. Pertanyaan itu didasarkan pada daerah operasi BMT yang memfokuskan target pasarnya pada bisnis skala kecil yang kurang terjangkau oleh perbankan pada umumnya.
Berbagai fenomena yang terjadi dari dampak krisis ekonomi, atau lemahnya taraf hidup “wong cilik” yang jauh dari pemenuhan kebutuhan yang layak,mendorong munculnya sebuah lembaga keuangan syariah alternatif.Yakni sebuah lembaga yang tidak saja berorientasi bisnis tetapi juga sosial. Lembaga ini tidak melakukan pemusatan kekayaan pada sebagaian kecil pemilik modal (pendiri) dengan penghisapan pada mayoritas orang, akantetapi lembaga yang kekayaannya terdistribusi secara merata dan adil. Lembaga ini terlahir dari kesadaran umat yang ditakdirkan untuk menolong kaum mayoritas, yakni pengusaha kecil/mikro.Selain itu, lembaga ini juga tidak terjebak pada permainan bisnis untuk keuntungan pribadi, tetapi membangun kebersamaan untuk mencapai kemakmuran bersama.Tidak terjebak pada pikiran pragmatis tetapi memiliki konsep idealis yang istiqomah. Lembaga tersebut adalah Baitul Maal Wa Tamwil(BMT).

B.     Rumusan Masalah
1. Apa itu BMT ?
2. Bagamana Sejarah BMT?
3. Bagaimana BMT melaksanakan peran pentingnya nya dalam kesejahteraan masyarakat ?
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian
BMT adalah kependekan kata Balai Usaha Mandiri Terpadu atau Baitul Mal wa Tamwil, yaitu lembaga keuangan mikro (LKM) yang beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip syari’ah. BMT sesuai namanya terdiri dari dua fungsi utama, yaitu ;
1.      Baitul Tamwil (Rumah pengembangan harta), melakukan kegiatan pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas ekonomi pengusaha mikro dan kecil dengan antara lain mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonomi.
2.      Baitul mal (Rumah Harta), menerima titipan dana zakat, infak dan sedekah serta mengoptimalkan distribusinya sesuai dengan peraturan dan amanahnya.
Baitul mal wat tamwil (BMT) adalah balai usaha mandiri terpadu yang isinya berintikan bayt al-mal wa al-tamwil dengan kegiatan mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan ekonomi pengusaha kecil bawah dan kecil dengan antara lain mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonominya. selain itu, Baitul mal wat tamwil juga bisa menerima titipan zakat, infak dan sedekah serta menyalurkannya sesuai dengan peraturan dan amanatnya.
Dengan demikian keberadaan BMT dapat dipandang memiliki dua fungsi utama, yaitu sebagai media penyalur pendayagunaan harta ibadah seperti zakat, Infak, sedekah dan wakaf, serta dapat pula berfungsi sebagai institusi yang bergerak dibidang investasi yang bersifat produktif sebagaimana layaknya bank. pada fungsi kedua ini dapat dipahami bahwa selain berfungsi sebagai lembaga keuangan BMT juga berfungsi sebagai lembaga ekonomi. sebagai lembaga keuangan BMT bertugas menghimpun dana dari masyarakat (Anggota BMT) yang memercayakan dananya disimpan di BMT dan menyalurkan dana kepada masyarakat (Anggota BMT) yang diberikan pinjaman oleh BMT sedangkan sebagai lembaga ekonomi, BMT Berhak melakukan kegiatan ekonomi, seperti mengelola kegiatan kegiatan perdagangan, industry dan pertanian.
Secara umum profil BMT dapat dirangkum dalam butir-butir berikut ini :
1.      Tujuan BMT yaitu meningkatkan kualitas usaha ekonomi untuk kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.
2.      Sifat BMT yaitu memiliki usaha bisnis yang bersifat mandiri, ditumbuhkembangkan dengan swadaya dan dikelola secara professional serta berorientasi pada kesejahteraan anggota dan masyarakat lingkungannya.
3.      Visi BMT yaitu menjadi lembaga keuanga yang mandiri, sehat dan kuat, yang kualitas ibadah anggotanya meningkat sedemikian rupa sehingga mampu berperan menjadi wakil  pengabdi Allah memakmurkan kehidupan anggota pada khususnya dan umat manusia pada umumnya.
4.      Misi BMT yaitu mewujudkan gerakan pembebasan anggota dan masyarakat dari belenggu rentenir, jerat kemiskinan dan ekonomi ribawi, gerakan pemberdayaan meningkatkan kapasitas dalam kegiatan ekonomi riil dan kelembagaanya menuju tatanan perekonomian yang makmur dan maju dan gerakan keadilan membangun struktur masyarakat madani yang adil dan berkemakmuran berkemajuan, serta makmur maju berkeadilan berlandaskan syari’ah dan rida Allah SWT.
5.      Fungsi BMT yaitu :
a.       mengidentifikasi, memobilisasi, mengorganisir, mendorong dan mengembangkan potensi serta kemampuan ekonomi anggota, kelompok usaha anggota mu’amalat (pokusma) dan kerjanya.
b.      mempertinggi kualitas SDM anggota dan pokusma menjadi lebih professional dan islami sehingga semakin utuh dan tangguh menghadapi tantangan global
c.       menggalang dan mengorganisir potensi masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan anggota
6.      Prinsip-prinsip utama BMT, yaitu ;
a.       keimanan dan ketakwaan pada Allah SWT dengan mengimplementasikan prinsip-prinsip syari’ah dan muamalah islam kedalam kehidupan nyata.
b.      keterpaduan dimana nilai-nilai spiritual berfungsi mengarahkan dan menggerakkan etika dan moral yang dinamis, proaktif , adil dan berakhlaq mulia.
c.       kekeluargaan
d.      kebersamaan
e.       kemandirian
f.        profesionalisme
g.      istikamah.
7.      Ciri-ciri umum BMT , yaitu :
a.       Berorientai bisnis, mencari laba bersama, meningkatkan pemanfaatan ekonomi paling banyak untuk anggota dan lingkungannya.
b.      Ditumbuhkan dari bawah berlandaskan peran serta masyarakat disekitarnya.
c.       Milik bersama masyarakat kecil dan bawah dari lingkungan BMT itu sendiri, bukan milik orang seorang atau orang dari luar masyarakat itu.[1]
d.      Bukan lembaga sosial tetapi dapat dimanfaatkan untuk mengefektifkan penggunaan zakat, infak, sedekah, wakaf dan dana-dana sosial lainnya bagi kesejahteraan orang banyak serta dapat menyelenggarakan kegiatan pendidikan untuk memberdayakan anggotanya dalam rangka menunjang kegiatan ekonomi.
e.       Pola hubungan BMT dan anggotanya diatur dengan sistem bagi hasil.[2]

B.     Sejarah
Sejarah berdirinya Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) di Indonesia pada tahun 1990 mulai ada prakasa mengenai bank syariah, yang diawali dengan Loka karya Bunga Bank dan Perbankan yang diselenggarakan pada tanggal 18-20 Agustus 1990 oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Hasil lokakarya tersebut dilanjutkan dan dibahas dalam Musyarawah Nasional IV (MUNAS IV) MUI tanggal 22-25 Agustus 1990 di Hotel Sahid Jaya Jakarta.Hasil MUNAS membentuk Tim Perbankan MUI yang bertugas mensosialisasikan rencana pendirian bank syariah di Indonesia. Selanjutnya pada tanggal 1 November 1991, tim berhasil mendirikan Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang mulai beroperasi sejak September 1992. Pada awalnya kehadiran BMI belum mendapat perhatian baik dari pemerintah maupun industri perbankan. Namun dalam perkembangannya, ketika BMI dapat tetap aksis ketika terjadi krisis ekonomi tahun 1997, telah mengilhami pemerintah untuk memberikan perhatian dan mengatur secara luas dalam Undang-undang, serta memacu segera berdirinya bank-bank syariah lain baik bentuk Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) maupun Widows Syariah untuk bank umum.
Kehadiran BMI ini pada awalnya diharapkan mampu untuk membangun kembali sistem keuangan yang dapat menyentuh kalangan bawah. Akan tetapi pada prakteknya terhambat, karena BMI sebagai bank umum terikat dengan prosedur perbankan yang telah dibakukan oleh Undang- Undang.Sehingga akhirnya dibentuklah Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) yang diharapkan dapat memberikan pelayanan yang lebih luas kepada masyarakat bawah.Namun realitasnya, sistem bisnis BPRS terjebak pada pemusatan kekayaan hanya pada segelitir orang, yakni para pemilik modal.Sehingga komitmen untuk membantu derajat kehidupan masyarakat bawah mendapat kendala baik dari sisi hukum maupun teknis. Dari segi hukum, prosedur peminjaman bank umum dan bank BPRS sama, begitu juga dari sisi teknis.
Dari persoalan diatas, mendorong munculnya lembaga keuangan syariah alternatif.Yakni sebuah lembaga yang tidak saja berorientasi bisnis tetapi juga sosial.Lembaga ini tidak melakukan pemusatan kekayaan pada sebagaian kecil pemilik modal (pendiri) dengan penghisapan pada mayoritas orang, tetapi lembaga yang kekayaannya terdistribusi secara merata dan adil. Lembaga ini terlahir dari kesadaran umat dan ditakdirkan untuk menolong kaum mayoritas, yakni pengusaha kecil/mikro.Lembaga ini tidak terjebak pada permainan bisnis untuk keuntungan pribadi, tetapi membangun kebersamaan untuk mencapai kemakmuran bersama.Disamping itu, lembaga ini tidak terjebak pada pikiran pragmatis tetapi memiliki konsep idealis yang istiqomah. Lembaga tersebut adalah Baitul Mal Wa Tamwil (BMT).[3]
Peran penting BMT
Hal ini selaras dengan acuan direktorat jendral pembangunan daerah DEPDAGRI tentang program pemberdayaan ekonomi masyarakat dalma rangka pembangunan daerah, menjelaskan bahwa BMT bisa berperan sebagai organisasi ekonomi yang mampu  berperan mengentaskan kemiskinan karena :
1.      BMT dikelola secara professional sebagai organisasi ekonomi
2.      pengeola dan pengurusnya dilatih dan dikembangkan secara sistematis
3.      perkembangannya dipantau dan diarahkan secara jelas dan terencana
4.      BMT ikut serta dalam jaringan nasional dan internasional sehingga terlibat dalam arus utama pembangunan
5.      BMT memberikan pembiayaan dan membina uaha kecil dan kecil ke bawah bahkan pengusaha pemula agar mampu mengatasi masalah ekonomi yang mereka hadapi
6.      BMT membina anggotanaya secara sistematis dan terencana agar mampu memanfaatkan pengahsilan menuju peningkatan kesejahteraan
7.      BMT berada dan dimiliki oleh masyarakat sehingga bisa berkesinambungan dan mandiri.
Selanjutnya dalam acuan tersebut juga dijelskan bahwa BMT bisa berperan dalam program pengentasan kemiskinan karena :
1.      BMT berada dalam masyarakat dan dekat dengan masyarakat sehingga pengelola dan pengurus BMT bisa mengindentifikasi anggota masyarakat yang masih miskin secara tepat dan benar.
2.      pengelola dan pengurus BMT mampu melihat peluang dan kesempatan usaha yang ada, sehingga bisa mengarahkan anggota yang membutuhkan pengembangan usaha agar mampu meningkatkan pendapatannya.
3.      BMT mampu mengorganisir masyarakat yang membutuhkan pembinaan sebagai keolompok khusus dalam jajaran anggotanya.
4.      BMT mengelola dana yang ditujukan kepada masyarakat miskin secara professional sehingga bisa dipertanggungjawabkan.
5.      BMT mampu menggulirkan kembali dana tersebut kepada anggota masyarakat lain yang  membutuhkan.[4]

C.    Prosedur Pendirian
Sebelum masuk pada langkah-langkah pendiri BMT, ada beberapa hal yang perlu untuk diperhatikan yaitu mengenai lokasi atau tempat usaha BMT. Sebaiknya berlokasi ditempat kegiatan-kegiatan ekonomi para anggotanya berlangsung, baik anggota penyimpan dana maupun pengembang usaha atau pengguna dana. selain itu, BMT dalam operasionalnya bisa menggunakan masjid atau secretariat pesantren sebagai basis kegiatan.
Untuk mendirikan BMT terdapat beberapa tahapan yang harus dilalui :
1.      Perlu ada pemrakarsa, motivator yang telah mengetahui BMT. pemrakarsa mencoba meluaskan jaringan para sahabat dengan menjelaskan tentang BMT dan peranannya dalam mengangkat harkat dan martabat rakyat. jika dukungan cukup ada, maka perlu berkonsultasi dengan tokoh-tokoh masyarakat setempat yang berpengaruh, baik yang formal maupun yang informal.
2.      Diantara oemrakarsa membentuk panitia penyiapan pendirian BMT dilokasi jamaah masjid, pesantren, desa miskin, kelurahan, kecamatan atau yang lainnya. Jika dalam satu kecamatan terdapat beberapa P3B, maka P3B kecamatan menjadi coordinator P3B yang ada.
3.      P3B mencari modal awal atau modal perangsang sebesar Rp. 10.000.000,- sampai dengan Rp. 30.000.000,- agar BMT memula operasi dengan syarat modal itu. modal awal ini dapat berasal dari perorangan, lembaga, yayasan, BAZIS, pemda dan sumber lainnya.
4.      P3B bisa juga mencari modal-modal pendiri (Simpanan pokok Khusus/ SPK semacam saham) dari sekitar 20-40 orang dikawasan tersebut untuk mendapatkan dana urunan. untuk kawasan perkotaan mencapai jumlah Rp. 20 sampai Rp. 35 Juta. sedangkan untuk kawasan pedesaan SPK antara 10-20 juta. masing-masing para pendiri perlu membuat komitmen tentang peranan masing-masing.
5.      jika calon pemodal-pemodal pendiri telah ada, maka dipilih pengurus yang ramping (3 orang maksimal 5 orang) yang akan mewakili pendiri dalam mengarahkan kebijakan BMT. pengurus mewakili para pemilik modal BMT.
6.      P3B atau pengurus jika telah ada mencari dan memilih calon pengelola BMT.
7.      Mempersiapkan legalitas hukum untuk usaha sebagai ;
a.       KSM atau LKM dengan mengirim surat ke PINBUK
b.      Koperasi simpan pinjam (KSP) syari’ah atau Koperasi serba Usaha (KSU) unit syari’ah dengan menghubungi kepala kantor atau dinas atau badan koperasi dan pembinaan pengusaha kecil di ibu kota kabupaten atau kota.
8.      Melatih calon pengelola sebaiknya juga diikuti oleh satu orang pengurus dengan menghubungi kantor PINBUK terdekat.
9.      Melaksanakan persiapan-persiapan sarana kantor dan  berkas administrasi yang diperlukan
10.  melaksanakan bisnis operasi BMT.[5]

D.    Kegiatan usaha BMT
Dalam operasionalnya, BMT dapat menjalankan berbagai jenis kegiatan usaha, baik yang berhubungan dengan keuangan maupun non keuangan. adapun jenis-jenis usaha BMT yang berhubungan dengan keuangan  dapat berupa :
1.      Setelah mendapatkan modal awal berupa simpanan pokok khusus, simpanan pokok dan simpanan wajib sebagai modal dasar BMT, selanjutnya BMT memobolisasi dana dengan mengembangkannya dalam aneka simpanan sukarela dengan berasaskan akad Mudarabah dari anggota berbentuk ;
a.       Simpanan biasa
b.      Simpanan  pendidikan
c.       Simpanan haji
d.      Simpanan umrah
e.       Simpanan qurban
f.        simpanan idul fitri
g.      simpanan walimah
h.      Simpanan akikah
i.        Simpanan perumahan ( pembangunan dan perbaikan)
j.        Simpanan kunjungan wisata
k.      Simpanan Mudarabah berjangka
Dengan akad Wadi’ah, diantaranya :
a.       Simpanan yad al-amanah, titipan dana zakat, infak dan sedekah untuk disampaikan kepada yang berhak.
b.      Simpanan yad damanah , giro yang sewaktu-waktu dapat diambil oleh penyimpan
2.      Kegiatan pembiayaan atau kredit usaha kecil bawah (Mikro) dan kecil antara lain dapat berbentuk ;
a.       pembiayaan mudarabah, yaitu pembiayaan total dengan menggunakan mekanisme bagi hasil
b.      pembiayaan musyarakah, yaitu pembiayaan bersama dengan menggunakan mekanisme bagi hasil
c.       pembiayaan murabahah, yaitu pemilikan suatu barang tertentu yang dibayar saat jatuh tempo.
d.      pembiayaan bay’ bi saman ajil, yaitu pemilikan suatu barang tertentu dengan mekanisme pembayaran cicilan.
e.       pembiayaan qard al-hasan, yaitu pinjaman tanpa adanya tambahan pengembalian kecuali sebatas biaya administrasi.[6]
Berdasarkan fungsi dan jenis dana yang dikelola oleh BMT, maka terdapat dua tugas penting BMT, yakni terkait dengan pengumpulan dan penggunaan dana.
1.      Pengumpulan Dana BMT
Pengumpulan dana BMT dilakukan melalui bentuk simpanan tabungan dan deposito. Adapun akad yang mendasari berlakunya simpanan terikat atas jangka waktu dan syarat-syarat tertentu dalam penyertaan dan penarikannya, yakni:
a.       Simpanan Wadhi’ah
b.      Simpanan Mudharabah
Sumber dana BMT antara lain berasal dari dana masyarakat, simpanan biasa, simpanan berjangka atau deposito, serta melalui kerja sama antar institusi.
2.      Penyaluran Dana BMT
Dana yang dikumpulkan dari anggota harus disalurkan dalam bentuk pinjaman kepada anggotanya. Terdapat berbagai jenis pembiayaan yang dikembangkan oleh BMT, yang semuanya itu mengacu pada dua jenis akad, yakni: akad tijarah dan akad syirkah. Penggalangan dana BMT disalurkan untuk sektor perdagangan, industry rumah tangga, pertanian, peternakan, perikanan, konveksi, kontruksi, percetakan, dan jasa. Sedangkan pola angsuran dapat berdasarkan pada angsuran harian, mingguan, dua mingguan, bulanan, serta pada saat jatuh tempo.
3.      Modal Pendirian BMT
BMT didirikan dengan modal awal sebesar Rp 20.000.000,- atau lebih. Namun demikian, jika terdapat kesulitan dalam mengumpulkan modal awal, dapat dimulai dengan modal Rp 10.000.000,- bahkan Rp 5.000.000,-. Modal awal ini berasal dari satu atau beberapa tokoh masyarakat setempat, yayasan, kas masjid atau BAZIS setempat. Namun sejak awal anggota pendiri BMT harus terdiri antara 20 sampai 44 orang. Jumlah batasan 20 sampai 44 anggota pendiri, ini diperlukan agar BMT menjadi milik masyarakat setempat.
4.      Badan Hukum BMT
BMT dapat didirikan dalam bentuk kelompok swadaya masyarakat atau koperasi.
a.       KSM adalah kelompok swadaya masyarakat dengan mendapat surat keterangan operasional dan PINBUK (Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil).
b.      Koperasi Serba Usaha atau Koperasi Syariah.
c.       Koperasi Simpan Pinjam Syariah (KSP-S).
Strategi Pengembangan BMT
Ada beberapa strategi yang dapat digunakan dalam menghadapi problematika ekonomi yang ada di BMT saat ini, diantaranya:
1.      Optimalisasi SDM yang ada di BMT
2.      Strategi pemasaran yang lebih meluas
3.      Inovasi produk sesuai dengan kebutuhan masayarakat
4.      Fungsi partner BMT perlu digalakkan, bukannya menjadi lawan
5.      Evaluasi bersama BMT.[7]
E.     Prinsip-prinsip dalam BMT
Dalam kegiatan operasionalnya, BMT menggunakan prinsip bagi hasil, sistem balas jasa, sistem profit, akad bersyarikat, dan produk pembiayaan. Masing-masing akan diuraikan sebagai berikut:
1.      Prinsip Bagi Hasil
Prinsip ini maksudnya, ada pembagian hasil dari pemberi pinjaman dengan BMT, yakni dengan konsep Al-Mudharabah, Al-Musyarakah, Al-Muzara’ah, dan Al-Musaqah.
2.      Sistem Balas Jasa
Sistem ini merupakan suatu tata cara jual beli yang dalam pelaksanaannya BMT mengangkat nasabah sebagai agen yang diberi kuasa melakukan pembeli barang atas nama BMT, dan kemudian bertindak sebagai penjual, dengan menjual barang yang telah dibelinya dengan ditambah markup. Sistem balas jasa yang dipakai antara lain berprinsip pada Ba’Al-Murabahah, Ba’As-Salam, Ba’Al-Istishna, dan Ba’bitstaman Ajil.
3.      Sistem profit
Sistem yang sering disebut sebagai pembiayaan kebajikan ini merupakan pelayanan yang bersifat sosial dan nonkomersial. Nasabah cukup mengembalikan pokok pinjamannya saja.
4.      Akad Bersyarikat
Akad bersyarikat adalah kerjasama antara dua pihak atau lebih dan masing-masing pihak mengikutsertakan modal (dalam berbagai bentuk) dengan perjanjian asing pembagian keuntungan/kerugian yang disepakati. Konsep yang digunakan yaitu Al-musyarakah dan Al-Mudharabah.
5.      Produk Pembiayaan
Penyediaan uang dan tagihan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam diantara BMT dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya beserta bagi hasil setelah jangka waktu tertentu. Pembiayaan tersebut yakni: Pembiayaan al-Murabahah (MBA), Pembiayaan al-Bai’ Bitsaman Aji (BBA), pembiayaan al-Mudharabah (MDA), dan pembiayaan al-Musyarakah (MSA).[8]


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
BMT berperan sebagai organisasi ekonomi yang mampu  berperan mengentaskan kemiskinan karena :
1.      BMT dikelola secara professional sebagai organisasi ekonomi
2.      pengeola dan pengurusnya dilatih dan dikembangkan secara sistematis
3.      perkembangannya dipantau dan diarahkan secara jelas dan terencana
4.      BMT ikut serta dalam jaringan nasional dan internasional sehingga terlibat dalam arus utama pembangunan
5.      BMT memberikan pembiayaan dan membina uaha kecil dan kecil ke bawah bahkan pengusaha pemula agar mampu mengatasi masalah ekonomi yang mereka hadapi
6.      BMT membina anggotanaya secara sistematis dan terencana agar mampu memanfaatkan pengahsilan menuju peningkatan kesejahteraan
7.      BMT berada dan dimiliki oleh masyarakat sehingga bisa berkesinambungan dan mandiri.


DAFTAR PUSTAKA

Buchari Alma dan Doni Juni Priansa. 2009. Manajemen Bisnis Syariah.Bandung:Alfabeta.
Soemitra, Andri. 2014. Bank dan Lembaga Keuangan Syari’ah. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.
Supadie, Didiek Ahmad. 2013. Sistem Lembaga Keuangan Ekonomi Syariah Dalam Pemberdayaan Ekonomi Rakyat. Semarang: Pustaka Rizki Putra.
Yusuf, Sri Dewi. PERAN STRATEGIS BAITUL MAAL WA-TAMWIL (BMT) DALAM PE

Post a Comment

0 Comments