( makalah ) HUBUNGAN KERJA OUTCOURSING


Disusun Oleh :
Muhammad Sodiki 14.50.0021
Jurusan Hukum Ekonomi Syariah
UNISKA BANJARMASIN


BAB IPENDAHULUANKecenderungan beberapa perusahaan untuk mempekerjakan karyawan dengan sistem outsourcing pada saat ini, umumnya dilatarbelakangi oleh strategi perusahaan untuk melakukan efesiensi biaya produksi (cost of production). Dengan menggunakan sistem outsourcing ini, pihak perusahaan berusaha untuk menghemat pengeluaran dalam membiayai sumber daya manusia (SDM) yang bekerja di perusahaan yang bersangkutan.Berdasarkan hukum ketenagakerjaan, istilah outsourcing sebenarnya bersumber dari ketentuan yang terdapat dalam pasal 64 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, yang menyatakan bahwa perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja yang dibuat secara tertulis.Di dalam praktiknya,  ketentuan tentang penyediaan jasa pekerja yang diatur dalam peraturan di atas akhirnya memunculkan pula istilahoutsourcing, (dalam hal ini maksudnya menggunakan sumber daya manusia dari pihak di luar perusahaan).






BAB IIPEMBAHASAN
A.    MAKNA DAN HAKIKAT PENYEDIAAN TENAGA KERJA DENGAN SISTEM OUTSOURCING
Outsourcing terbagi atas dua suku kata: out dan sourcing. Sourcing berarti mengalihkan kerja, tanggung jawab dan keputusan kepada orang lain. Outsourcing dalam bahasa Indonesia berarti alih daya. Dalam dunia bisnis, outsourcing atau alih daya dapat diartikan sebagai penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan yang sifatnya non-core atau penunjang oleh suatu perusahaan kepada perusahaan lain melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh.Outsourcing atau alih daya merupakan pemindahan pekerjaan (operasi) dari satu perusahaan ke perusahaan lain yang dilakukan biasanya untuk memperkecil biaya produksi atau untuk memusatkan perhatian kepada hal utama dari perusahaan tersebut. Sistem outsourcing memang untuk sebagian besar orang yang memiliki keahlian atau skill terbatas dianggap sangat merugikan. Namun untuk orang yang memiliki keahlian khusus dan langka menjadi karyawan outsourcing dianggap lebih menguntungkanDalam sistem outsourcing terdapat dua jenis perjanjian, yaitu:1.      Perjanjian kerja, antara A dengan perusahaan X.2.      Perjanjian penempatan A, antara perusahaan X dan perusahaan Y.Beberapa praktisi hukum ketenagakerjaan sebenarnya banyak yang mengkritik sistem outsourcing ini, karena secara legal formal perusahaan pemberi kerja tidak bertanggung jawab secara langsung terhadap pemenuhan hak-hak karyawan yang bersangkutan.Oleh karena itu, dalam rangka melindungi karyawan yang ditempatkan tersebut ditentukan beberapa syarat untuk meminimalisasi dampak negatif dari sistem outsourcing ini.Syarat-syarat tersebut wajib dipenuhi oleh perusahaan penyedia jasa pekerja maupun perusahaan pemberi kerja, agar buruh/pekerja ynag bersangkutan tetap terlindungi hak-haknya dan tidak mengalami eksploitasi secara berlebihan.Syarat-syarat yang wajib dipenuhi adalah sebagai berikut:1.      Perusahaan penyedia jasa pekerja merupakan bentuk usaha berbadan hukum dan memiliki izin dari instansi yang berwenang.2.      Pekerja/karyawan yang ditempatkan tidak boleh digunakan untuk melaksanakan kegiatan pokok yang berhubungan langsung dengan proses produksi.3.      Adanya hubungan kerja yang jelas antara pekerj/buruh dengan perusahaan penyedia jasa pekerja, sehingga pekerja yang ditempatkan tersebut mendapatkan perlindungan kerja yang optimal sesuai standar minimum ketenagakerjaan.4.      Hubungan kerja harus dituangkan dalam perjanjian secara tertulis (dua perjanjian sebagaimana yang disebutkan di atas), yang memuat seluruh hak dan kewajiban para pihak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan.
B.     PELAKSANAAN OUTSOURCING DALAM PERSPEKTIF HUKUM KETENAGAKERJAANPerkembangan ekonomi global dan kemajuan teknologi yang dermikian cepat membawa dampak timbulnya persaingan usaha yang begitu ketat dan terjadi di semua lini. Lingkungan yang sangat kompetitif ini menuntut dunia usaha untuk menyesuaikan dengan tuntutan pasar yang memerlukan respon yang cepat dan fleksibel dalam meningkatkan pelayanan terhadap pelanggan. Untuk itu diperlukan suatu perubahan struktural dalam pengelolaan usaha dengan memperkecil rentang kendali manajemen, dengan memangkas sedemikian rupa sehingga dapat menjadi lebih efektif, efisien, dan produktif. Dalam kaitan itulah dapat dimengerti bahwa kalau kemudian muncul kecenderungan outsourcing, yaitu memborongkan satu bagian atau beberapa bagian kegiatan perusahaan yang tadinya dikelola sendiri kepada perusahaan lain yang kemudian disebut perusahaan penerima pekerja.Praktik sehari-hari outsourcing selama ini diakui lebih banyak merugikan pekerja/buruh, karena hubungan kerja selalu dalam bentuk tidak tetap/kontrak (perjanjian kerja waktu tertentu), upah lebih rendah, jaminan sosial kalaupun ada hanya sebatas minimal, tidak adanya job security serta tidak adanya jaminan pengembangan karir dan lain-lain. Dengan demikian memang benar kalau dalam keadaan seperti itu dikatakan praktik outsourcingakan menyengsarakan pekerja/buruh dan kaburnya hubungan industrial.Hal tersebut dapat terjadi karena sebelum adanya Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, tidak ada satu pun peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan yang mengatur perlindungan terhadap pekerja/buruh dalam melaksanakan outsourcing. Kalaupun ada, barangkali Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. KEP-100/MEN/VI/2004 tentang ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, yang hanya merupakan salah satu aspek dari outsourcing.Walaupun diakui bahwa pengaturan outsourcing dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan belum dapat menjawab semua permasalahan outsourcing yang begitu luas dan kompleks. Namun, setidak-tidaknya dapat memberikan perlindungan hukum terhadap perkerja/buruh terutama yang menyangkut syarat-syarat kerja, kondisi kerja serta jaminan sosial dan perlindungan kerja lainnya dapat dijadikan acuan dalam menyelesaikan apabila terjadi permasalahan.
Praktik outsourcing dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tersebut dapat dilaksanakan dengan persyaratan yang sangat ketat sebagai berikut:1.      Perjanjian pemborongan pekerjaan dibuat secara tertulis.2.      Bagian pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan penerima pekerjaan, diharuskan memenuhi syarat-syarat:a.       Apabila bagian pekerjaan yang tersebut dapat dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama.b.      Bagian pekerjaan itu merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan sehingga kalau dikerjakan pihak lain tidak akan menghambat proses produksi secara langsung, danc.       Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan.Semua persyaratan di atas, bersifat kumulatif sehingga apabila salah-satu syarat tidak terpenuhi, maka bagian pekerjaan tersebut tidak dapat do-outsourcingkan. Perusahaan penerima pekerjaan harus berbadan hukum. Ketentuan ini diperlukan karena banyak perusahaan penerima pekerjaan yang tidak bertanggung jawab dalam memenuhi kewajiban terhadap hak-hak pekerja/buruh sebagaimana mestinya sehingga pekerja/buruh menjadi terlantar. Oleh karena itu, berbadan hukum menjadi sangat penting agar tidak bisa menghindar dari tanggung jawab. Dalam hal perusahaan penerima pekerjaan, demi hukum beralih kepada perusahaan pemberi pekerjaan.Perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja bagi pekerja/buruh pada perusahaan penerima pekerja sekurang-kurangnya sama dengan pekerja/buruh pada perusahaan pemberi kerja. Hal ini berguna agar terdapat perlakuan yang sama terhadap pekerja/buruh baik di perusahaan pemberi maupun perusahaan penerima pekerja karena pada hakikatnya bersama-sama untuk mencapai tujuan yang sama, sehingga tidak ada lagi syarat kerja, upah dan perlindungan kerja yang lebih rendah.Hubungan kerja yang terjadi pada outsourcing adalah antara pekerja/buruh dengan perusahaan penerima pekerjaan dan dituangkan dalam perjanjian kerja secara tertulis. Hubungan kerja tersebut pada dasarnya perjanjian kerja waktu tertentu/kontrak apabila memenuhi semua persyaratan baik formal maupun materiil sebagaimana diatur dalam pasal 59 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Dengan demikian, hubungan kerja pada outsourcing tidak selalu dalam bentuk perjanjian kerja waktu tertentu/kontrak, apalagi akan sangat keliru kalau ada yang beranggapan bahwa outsourcing selalu dan/atau sama dengan perjanjian kerja waktu tertentu.Dalam penyediaan jasa pekerja/buruh, perusahaan pemberi kerja tidak boleh mempekerjakan pekerja/buruh untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan dengan proses produksi dan hanya boleh digunakan untuk melaksanakan kegiatan penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan dengan produksi. Kegiatan dimaksud antara lain usaha pelayanan kebersihan, usaha penyedia makanan bagi pekerja/buruh.C.    PERLINDUNGAN BURUHPengaturan outsourcing bila dilihat dari segi hukum ketenagakerjaan adalah untuk memberikan kepastian hukum pelaksanaan outsourcing dan dalam waktu bersamaan memberikan perlindungan kepada pekerja/buruh. Dengan demikian, adanya anggapan bahwa hubungan kerja pada outsourcingselalu menggunakan perjanjian kerja/kontrak, sehingga mengaburkan hubungan industrial adalah tidak benar. Pelaksanaan hubungan kerja padaoutsourcing telah diatur secara jelas dalam pasal 65 ayat (6) dan (7) dan pasal 66 ayat (2) dan (4) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Memang pada keadaan tertentu sangat sulit untuk mendefenisikan atau menentukan jenis pekerjaan yang dikategorikan penunjang.Untuk mengurangi timbulnya kerancuan, dapat pula dilakukan dengan membuat dan menetapkan skema proses produksi suatu barang maupun jasa sehingga dapat ditentukan pekerjaan pokok/utama; itu diluar itu berarti pekerjaan penunjang.D.    PENYERAHAN SEBAGIAN PEKERJAAN (OUTSOURCING)Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, memberikan peluang kepada perusahaan untuk dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan di dalam perusahaan kepada perusahaan lainnya melalui:1.      Pemborongan pekerjaan atau2.      Perusahaan penyedia jasa pekerja (PPJP)Dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, kedua bentuk kegiatan dimaksud dapat dilakukan dengan syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat dimaksud antara lain ditentukannya dengan wajib dilaksanakan melalui perjanjian ynag dibuat secara tertulis. Adapun perusahaan penerima pekerjaan tersebut harus berbentuk badan hukum. Untuk perusahaan penyedia jasa pekerja, dipersyaratkan pula selain harus berbadan hukum, juga terdaftar pada instansi ketenagakerjaan.1.      Pemborongan PekerjaanPerusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain melalui pemborongan pekerjaan. Perjanjian pemborongan pekerjaan dapat dilakukan dengan perusahaan yang berbadan hukum, dengan syarat-syarat sebagai berikut:a.       Dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama.b.      Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan.c.       Merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan.d.      Tidak menghambat proses produksi secara langsung.Hal yang perlu diperhatikan dalam kegiatan adalah adanya ketentuan bahwa perlindungan dan syarat-syarat kerja bagi pekerja yang bekerja pada perusahaan penerima kerja, sekurang-kurang sama dengan perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan pemberi pekerjaan atau sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.2.      Penyedia JasaPengusaha yang memasok penyediaan tenaga kerja kepada perusahaan pemberi kerja untuk melakukan pekerjaan dibawah perintah langsung dari perusahaan pemberi kerja, disebut perusahaan penyedia jaasa pekerja. Perusahaan penyedia jasa pekerja wajib berbadan hukum dan memiliki izin dari instansi ketenagakerjaan. Apabila tidak dipenuhi ketentuan sebagai perusahaan penyedia jasa pekerja, demi hukum status hubungan kerja antara pekerja dan perusahaan penyedia jasa pekerja, beralih menjadi hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan pemberi pekerjaan. Pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan proyek atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali unutk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.Perusahaan penyedia jasa pekerja untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi dipersyaratkan:a.       Adanya hubungan kerja antara pekerrja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja.b.      Perjanjian kerja dapat berupa perjanjian kerja waktu tertentu atau perjanjian kerja waktu tak tertentu yang dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh kedua belah pihak.c.       Perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja.d.      Perjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerja dan perusahaan penyedia jasa pekerja, dibuat secara tertulis sesuai ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang N0. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Perusahaan penyedia jasa pekerja yang memperoleh pekerjaan, dari perusahaan pemberi pekerjaan, kedua belah pihak wajib membuat perjanjian tertulis yang sekurang-kurangnya memuat:a.       Jenis pekerjaan yang akan dilakukan oleh pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja.b.      Penegasan bahwa dalam melaksanakan pekerjaan, hubungan kerja yang terjadi adalah antara perusahaan penyedia jasa pekerja dengan pekerja yang dipekerjakan perusahaan penyedia jasa pekerja, sehingga perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja serta perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja.c.       Penegasan bahwa perusahaan penyedia jasa pekerja bersedia menerima pekerja dari perusahaan penyedia jasa pekerja sebelumnya untuk jenis-jenis pekerjaan yang terus menerus ada di perusahaan pemberi kerja dalam hal terjadi penggantian perusahaan penyedia jasa pekerja.
E.     PELUANG DAN TANTANGAN1.      PeluangDengan cara menyerahkan sebagian pekerjaannya kepada pihak ketiga, berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagaimana diutarakan diatas, dalam menjalankan usahanya memberi peluang kepada para pengusaha untuk melakukan efisiensi dan dapat terhindar dari resiko/ekonomis seperti perselisihan/PHK, jaminan sosial, dan kesejahteraan lainnya.Dengan menyerahkan sebagaian pekerjaan di perusahaan kepada pihak ketiga, melalui suatu hubungan hukum antara dua perusahaan yang masing-masing berbadan hukum, bagi perusahaan yang dapat melaksanakan peluang itu secara baik dan benar, akan dapat tertolong dari resiko perburuhan, seperti perselisihan/PHK yang tidak jarang menyita waktu, tenaga, dan dana yang tidak sedikit. Untuk itu pengusaha perlu mengetahui dan mengatasi segala bentuk penyimpangan yang dapat terjadi, agar dalam pelaksanaannya tidak sampai mengganggu kelancaran perusahaan atau merugikan perusahaan.
2.      TantanganTantangan pertama dalam pelaksanaan  penyerahan sebagai pekerjaan kepada pihak ketiga ini adalah menentukan pekerjaan apa saja yang merupakan pekerjaan pokok, yang tidak dapat dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi. Untuk itu perlu disusun suatu daftar pekerjaan yang menjadi pekerjaan utama dan yang bersifat terus menerus di dalam perusahaan. Apabila ini sulit, dilakukan hal yang sebaliknya, yaitu dengan membut daftar pekerjaan yang bukan pokok dan/ atau dilakukan tidak terus menerus di dalam perusahaan. Memang untuk pertama kali mungkin hal ini tidak mudah dikerjakan, tetapi apabila cara ini dapat diselesaikan dengan baik, kedepan akan sangat membantu perusahaan dalam melakukan penyerahan pekerjan kepada pihak ketiga.Dalam praktiknya sulit menentukan mana yang merupakan pekerjaan pokok, atau kegiatan ynag berhubungan langsung dengan proses produksi, dan mana yang bukan. Unutk itu disusunlah daftar pekerjaan utama dan yang bersifat terus menerus, atau yang sebaliknya.Untuk membantu kita dalam membuat daftar dimaksud, Undang-Undang No. 13 Tahun 3003 tentang Ketenagakerjaan telah memberi contoh tentang kegitaan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi, antara lain:a.       Usaha pelayanan kebersihan.b.      Usaha penyediaan makanan bagi pekerja.c.       Usaha tenaga pengaman.d.      Usaha jasa penunjang dipertambangan dan perminyakan, sertae.       Usaha penyediaan angkutan pekerja/buruh.Untuk lebih mengamankan posisi perusahaan, pekerjaan itu diserahkan kepada koperasi pekerja/buruh yang telah berbadan hukum. Dengan melakukan langkah ini perusahaan akan mendapat perlindungan ganda dari para pekerja.Pertama, dengan penyerahan sebagian pekerjaan kepada koperasi pekerja/buruh, mereka tentunya mendukung langkah yang dilakukan pengusaha, sehingga perusahaan aman melaksanakannya. Kedua, mereka ikut menikmati kebijakan perusahaan tersebut dengan memperoleh kesejahteraan melalui koperasi pekerja/buruh.Hal berikutnya yang harus diperhatikan dalam penyerahan sebagian pekerjaan kepada perusahaan lain, adalah dilakukan melalui suatu perjanjian tertulis. Khususnya dalam membuat perjanjian dengan perusahaan penyedia jasa pekerja, ditentukan sekurang-kurangnya perjanjian tersebut memuat:a.       Jenis pekerjaan yang akan dilakukan oleh pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa.b.      Penegasan bahwa dalam melaksanakan pekerjaan, hubungan kerja yang terjadi adalah antara perusahaan penyedia jasa dengan pekerja/buruh yang dipekerjakan perusahaan penyedia jasa sehingga perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja serta perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerjac.       Penegasan bahwa perusahaan penyedia jasa pekerja, bersedia menerima pekerja dari perusahaan penyedia jasa pekerja sebelumnya untuk jenis-jenis pekerjaan yang terus menerus ada di perusahaan pemberi kerja dalam hal ini terjadi penggantian perusahaan penyedia jasa pekerja.Perjanjian dimaksud, didaftarkan pada instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan sesuai dengan wilayah berlakunya perjanjian dimaksud.Resiko yang akan dihadapi oleh perusahaan apabila ketentuan sebagai hukum, tidak dipenuhinya syarat-syarat yang ditentukan oleh Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan/atau tidak dibuatnya perjanjian secara tertulis, demi hukum status hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan penerima pemborongan beralih menjadi hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan pemberi pekerjaan, yang dapat berupa waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu, sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat sebelumnya dengan pekerja/buruh.Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 menetapkan bahwa perusahaan penyedia jasa pekerja untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi harus syarat sebagai berikut:a.       Hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja.b.      Perjanjian kerja yang berlaku antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja adalah perjanjian kerja waktu tertentu yang dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh kedua belah pihak.c.       Perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta perselisihannya menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja.d.      Perjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerja dengan perusahaan peyedia jasa pekerja dibuat secara tertulis dan wajib memuat ketentuan dalam Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.Akibat hukum dari pelanggaran ketentuan mengenai perjanjian kerja waktu tertentu adalah apabila:a.       Dibuat tidak dalam Bahasa Indonesia dan huruf latin, berubah menjadi perjanjian kerja waktu tak tertentu sejak adanya hubungan kerja.b.      Dibuat tidak memenuhi ketentuan, perjanjian kerja waktu tertentu berubah menjadi perjanjian kerja waktu tak tertentu sejak adanya hubungan kerja.c.       Dilakukan untuk pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru menyimpang dari ketentuan, berubah menjadi perjanjian kerja waktu tak tertentu sejak dilakukan penyimpangan.d.      Dalam hal pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu tidak melalui tenggang waktu 30 hari setelah berakhirmya perpanjangan perjanjian kerja waktu tertentu dan tidak diperjanjikan lain, berubah menjadi perjanjian kerja waktu tak tertentu sejak tidak terpenuhinya syarat perjanjian kerja waktu tertentu tersebut.
3.      KELEBIHAN DAN KEKURANGANKelebihan Menjadi Karyawan Outsourcing:
  • Memudahkan calon karyawan fresh graduate untuk mendapatkanpekerjaan. Dengan sistem outsourcing mereka tidak perlu bersusah payah memasukkan lamaran pekerjaan ke banyak perusahaan karena justru perusahaan outsourcing yang akan menyalurkan mereka.
  • Mendapat pelatihan memadai dari perusahaan penyedia jasa karyawan outsourcing. Sebelum ditempatkan di perusahaan para pencari kerja tentunya harus mendapat pelatihan sehingga pengalaman tentang dunia kerja menjadi bertambah.
  • Memudahkan pencari kerja yang memiliki keahlian khusus memilih perusahaan yang akan mempekerjakan mereka nanti sekaligus menentukan gaji yang akan mereka dapatkan karena para pencari kerja dengan keahlian khusus seperti ini tentunya jarang sehingga menjadi rebutan perusahaan-perusahaan besar.
Kekurangan Menjadi Karyawan Outsourcing:
  • Masa kerja yang tidak jelas karena sistem kontrak. Sebagian besar karyawan outsourcing khawatir jika ada PHK maka tidak mudah mendapatkan pekerjaan kembali.
  • Tidak ada jenjang karir. Karena sistem outsourcing memberlakukan kontrak mengakibatkan karyawan susah memegang jabatan tinggi.
  • Tidak mendapat tunjangan. Sebagian besar perusahaan outsourcing tidak memberikan tunjangan seperti THR, asuransi dan jaminan hari tua untuk karyawan outsourcing.
  • Pemotongan penghasilan karyawan outsourcing yang tidak jelas. Rata-rata gaji yang dipotong untuk karyawan outsourcing berkisar dia angka 30 persen dari seharusnya yang mereka terima seandainya menjadi karyawan tetap di perusahaan mereka saat ini bekerja.

4.      Kelebihan  dan Kekurangan Outsourcing bagi perusahaanKelebihan·         Mempercepat proses adaptasi terhadap perubahan bisnis·         Manajemen SI yang lebih baik, SI dikelola oleh pihak luar yang telah berpengalaman dalam bidangnya·         Dapat mengeksploitasi skill dan kepandaian yang berasal dari perusahaan lain dalam mengembangkan produk yang diinginkan·         Bagian dari modenisasi dunia usaha·         Meningkatkan daya saing perusahaan dengan efisiensi penggunaan fasilitas dan teknologi·         Memfasilitasi downsizing, sehingga perusahaan tak perlu memikirkan pengurangan pegawai
Kekurangan·         Ketidakpastian status ketenagakerjaan dan ancaman PHK bagi tenaga kerja·         Perbedaan perlakuan Compensation and Benefit antara karyawan internal dengan karyawan outsource·         Pengawasan dan kontrol langsung sulit dilakukan·         Informasi merupakan aset berharga bagi perusahaan, jika salah pengelolaan bisa berbalik menjadi bumeran·         Loss of flexibility (kontrak diatas 3 tahun), perubahan teknologi baru tidak bisa diadaptasi dengan cepat oleh perusahaan·         Adanya hidden cost (biaya pencarian vendor, biaya transisi, dan biaya post outsourcing)·         Timbulnya ketergantungan terhadap perusahaan penyedia jasaoutsourcing

BAB IIIPENUTUPA.    KesimpulanBerdasarkan hukum ketenagakerjaan, istilah outsourcing sebenarnya bersumber dari ketentuan yang terdapat dalam pasal 64 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, yang menyatakan bahwa perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja yang dibuat secara tertulis.Praktik outsourcing dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tersebut dapat dilaksanakan dengan persyaratan yang sangat ketat sebagai berikut:3.      Perjanjian pemborongan pekerjaan dibuat secara tertulis.4.      Bagian pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan penerima pekerjaan, diharuskan memenuhi syarat-syarat:d.      Apabila bagian pekerjaan yang tersebut dapat dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama.e.       Bagian pekerjaan itu merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan sehingga kalau dikerjakan pihak lain tidak akan menghambat proses produksi secara langsung, danf.       Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan.



DAFTAR PUSTAKASutedi, Adrian. 2009, Hukum Perburuhan, Sinar Grafika, Jakarta.


Post a Comment

0 Comments